Selain diarsiteki pelatih Luciano Spalletti yang belum pernah meraih gelar Liga Italia, kehilangan para pemain utama seperti Lorenzo Insigne, Dries Mertens, Fabian Ruiz, dan Kalidou Koulibaly, yang digantikan dengan kedatangan sederet pemain yang namanya kurang populer.
Aroma bersaing untuk sekedar berada di papan tengah menjadi santer tercium di kalangan para penggemar.
Bahkan saat menjalani latihan pramusim di Kota Dimaro, Italia, Spalletti dan presiden Aurelio De Laurentiis sempat mendapat cibiran dari para tifosi lantaran dianggap gagal mempertahankan para pemain bintang.
Namun faktanya setelah menjalani 19 pertandingan, Napoli justru kokoh bertengger di pucuk klasemen dengan koleksi 50 poin. Unggul jauh sebesar 12 poin atas tim peringkat kedua AC Milan (38 poin), serta 13 poin atas tim peringkat ketiga Lazio (37 poin).
Dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada, sebenarnya tidak ada resep rahasia khusus dari begitu dominannya Napoli di Liga Italia. Strategi pelatih dan strategi perekrutan pemain menjadi dasar dari begitu menggilanya anak-anak dari Selatan Italia ini.
Keberanian manajemen klub untuk mempertahankan Spalletti berbuah manis. Spalletti mampu mengatasi masalah hengkangnya para pemain kunci, untuk membentuk skuad Napoli yang tidak kalah cemerlang tanpa mengandalkan banyak pemain bintang.
Sebagai sosok yang percaya takhayul, dramatis, dan agresif secara verbal, Spalletti seperti menemukan tempat yang nyaman untuk mengaplikasikan gaya sepak bola mengalirnya di Napoli.
Baca juga: Presiden Napoli ungkap kebahagiaan usai timnya kalahkan Liverpool
Baca juga: Luciano Spalletti berharap Napoli lanjutkan tren positif
Selanjutnya: Strategi transfer brilian
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023